ASR Akan Terdepak Sebagai Bakal Calon Gubernur Sultra 2024 karena Isu Putra Daerah

Oyisultra.com, KENDARI – Direktur KARST INDONESIA, La Ode Muhammad Rabiali menyatakan konstelasi Pilgub Sultra kemungkinan hanya diisi oleh 3 Paslon. Satu Paslon diantaranya sudah mengantongi rekomendasi Partai, yakni Lukman Abunawas dan La Ode Ida dengan Akronim LA IDAman (PDIP-DEMOKRAT-PKB), dengan total 13 kursi. Lainnya adalah Tina Nur Alam yang belum menentukan wakilnya, yang diusung oleh NASDEM, PKS dan kemungkinannya adalah GOLKAR dengan total 16 kursi, sementara satu lagi diperebutkan oleh Ruksamin dan Andi Sumangerukka.

Ruksamin sendiri telah mengantongi Rekomendasi PBB (4 kursi) dan PAN (3 kursi) dengan total 7 kursi. Namun itu belum cukup memenuhi Kuota syarat 20 persen jumlah kursi DPRD Provinsi atau minimal 9 kursi. Sedangkan Andi Sumangeruka (ASR) selain partainya PPP (3 kursi), sampai saat ini belum mendapatkan rekomendasi partai lain. Sehingga kedua calon ini bertarung penuh untuk mendapatkan rekomendasi partai Gerindra dan Hanura.

Sebenarnya diantara para bakal calon, hanya ASR yang telah mendapatkan surat tugas dari Gerindra. Persoalannya hingga kini rekomendasi sebagai legitimasi akhir dukungan itu belum dikeluarkan. Besar kemungkinannya bahwa surat rekomendasi ASR di partai Gerindra terganjal isu penolakan atas pendatang dan/ atau bukan putra daerah.

Di Sultra sendiri, Isu ASR sebagai pendatang terus bergulir dan disuarakan. Konsekuensinya adalah munculnya semangat penolakan dari masyarakat 4 pilar pembentuk Sulawesi Tenggara, yaitu: Muna, Buton, Kendari dan Kolaka. Ditambah lagi beredar luas akun Tiktok Timses ASR yang menyatakan:

_kenapa harus diperdebatkan antara putra daerah atau bukan putra daerah, lebih baik orang Belanda diperhatikan masyarakat daripada putra daerah yang tidak perhatikan masyrakat._

Pernyataan itu bukan saja boomerang, melainkan secara psikologis telah melahirkan kesadaran dan semangat kolektif putra daerah yang secara simultan menolak kahadiran dan pencalonan ASR sebagai bakal calon gubernur. Penolakan inilah yang kemudian menjadi pertimbangan partai memberi rekomendasi pada ASR.

Perlu dipahami bahwa secara history Sulawesi Tenggara dibentuk berdasar pada PERPU No. 2 tahun 1964, atas perjuangan putra daerah Muna, Buton, Kendari dan Kolaka. Diawali dengan diskusi panjang hingga melahirkan delegasi Sultra sebanyak 11 orang, yang diberi mandat menyampaikan tuntutan pada pemerintah pusat terkait pembentukan provinsi Sultra.

11 orang delegasi itu adalah Kolonel Edi Sabara, Drs. Abdulah Silondae, Sikala Pidani, La Ode Abdul Halim, La Ode Muhammad Arsyad, Muhammad Said, La Tobulu, A. Muharam, Abdul Madjid, La Ode Abdul Rasyid, dan La Ode Abdul Aziz (Dok. DPRD Sultra 1977). Atas perjuangan delegasi itu yang menghadap pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri yang saat itu dijabat oleh Ipik Gandamana, Provinsi Sultra terbentuk. Dan dengan sejarah perjuangan itu maka isu pendatang antara putra daerah dan bukan putra daerah dalam Pilgub Sultra menjadi isu sensitif yang memantik munculnya gerakan kesadaran dan penolakan termasuk pada ASR.

Atas fenomena itu, pertanyaannya adalah apakah ASR punya peluang mendapatkan rekomendasi partai Gerindra dan Hanura yang wajib didapatkan nya ? Dangan dinamika isu putra daerah, saya yakin bahwa sangat berat untuk Gerindra maupun Hanura memberikan rekomendasi meskipun ASR telah menerima surat tugas dari partai Gerindra. Apalagi sejauh ini ASR tidak mendapatkan rekomendasi dari partai lain, selain PPP yang dipimpinnya. Kalaupun Gerindra (5 kursi) berani memberikan Rekomendasi, maka minimal ASR wajib mendapatkan dahulu partai Hanura (1 kursi), hingga total bisa mendapatkan 9 kursi koalisi PPP-HANURA-GERINDRA sebagai syarat minimal. Tapi apakah Gerindra khususnya mau berjudi dengan isu penolakan ASR sebagai pendatang ?

Sementara jika bergabung dengan Ruksamin justru lebih kuat dengan 12 kursi (PBB-PAN-GERINDRA), apalagi jika Ruksamin mampu mendapatkan rekomendasi partai Hanura hingga total 13 kursi. Posisi tawar lainnya adalah besar peluang Gerindra mengajukan kadernya sebagai wakil Ruksamin ketimbang memberi rekomendasi pada ASR yang notabene berpotensi kalah karena isu putra daerah.

Tentunya semua masih dalam dinamika. Namun sebagai partai penguasa kedepan, GERINDRA pasti memperhitungkan detail peluang kemenangan. Dan langkah awal adalah merekomendasi calon yang berpotensi menang. Jika ini adalah alat ukurnya, maka ASR pasti terdepak karena isu putra daerah. Faktanya sampai hari ini selain partai Hanura yang tersisa dan juga belum memberi rekomendasi pada calon manapun, tidak ada satu partai pun yang berani mengusung ASR. Dan sinyal ini adalah cermin penolakan.

Penulis : La Ode Muhammad Rabiali, Alumni Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan IPB University Bogor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *