Oyisultra.com, KENDARI – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Sultra dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari mengecam tindakan kekerasan dan penghapusan foto hasil liputan terhadap 5 jurnalis yang dilakukan sejumlah jaksa dan sekuriti Kejari Kendari.
Kelima jurnalis yang menjadi korban kekerasan yakni, Naufal (Tribunnews Sultra), Nilsan (Edisi Indonesia), Muammar (Harian Publik), Mukhtaruddin (Inews TV) dan Ismail (Media Kendari).
Kekerasan dan intimidasi terhadap 5 jurnalis tersebut terjadi saat peliputan kaburnya terdakwa di kantor Kejari Kendari, pada Selasa (30/5/2023) sekira pukul 16.30 Wita.
Kordinator Bidang Hukum dan Advokasi IJTI Sultra, Fadli Aksar menilai, kekerasan dan penghapusan hasil peliputan merupakan merupakan tindakan menghalang-halangi tugas jurnalis serta melanggar undang-undang.
“Kerja-kerja jurnalis, mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan berita dilindungi undang-undang pers Nomor 40 Tahun 1999. Sehingga, siapapun tidak bisa menghalangi tugas jurnalis melakukan peliputan,” tegas Fadli Aksar.
Menurut Fadli, upaya menghalang-halangi kegiatan jurnalistik merupakan pelanggaran hukum dan dapat dipidana sebagaimana Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Dalam ketentuan Pasal 4 ayat 2, dan ayat 3, Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers pelaku dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta,” jelasnya.
Ketua IJTI Sultra, Saharuddin mengecam tindakan kekerasan dan penghalang-halangan terhadap 5 jurnalis yang dilakukan jaksa, pegawai dan sekuriti Kejari Kendari.
“Bahwa tindakan, menghalangi, mengintimidasi, dan menghambat tugas jurnalistik adalah bentuk ancaman nyata kebebasan pers,” katanya.
IJTI Sultra pun mendesak Jaksa Agung dan Kajati Sultra turun tangan menjatuhkan sanksi tegas para jaksa, pegawai dan sekuriti yang melakukan kekerasan terhadap 5 jurnalis di Kendari.
Meminta aparat kepolisian untuk menyelidiki, memproses dan membawa kasus ini sampai ke pengadilan dengan menerapkan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Meminta seluruh pihak, untuk menghormati kerja-kerja jurnalis. Sebab, aktivitas jurnalistik dilindungi dan dijamin undang-undang,” tandasnya.
IJTI Sultra juga mengimbau kepada jurnalis untuk tetap menaati kode etik dan keselamatan dalam melakukan peliputan.
Sementara itu, Koordinator Divisi Advokasi AJI Kendari, La Ode Kasman Angkoso menegaskan, tindakan intimidasi dan memaksa jurnalis menghapus rekaman video hasil liputannya merupakan tindakan menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi undang-undang.
“Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta,” tegasnya.
Atas tindakan intimidatif yang dilakukan pegawai Kejaksaan Negeri Kendari terhadap lima jurnalis yang meliput kaburnya tahanan (Napi) dari kantor Kejari Kendari, AJI Kendari mengecam secara keras intimidasi yang dilakukan Kejaksaan Negeri Kendari terhadap lima jurnalis di Kendari yang tengah meliput kaburnya tahanan Kejaksaan Negeri Kendari.
“Meminta Kejaksaan Negeri Kendari untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Sebab, jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999,” katanya.
Kasman menilai, tindakan yang dilakukan pegawai Kejaksaan Negeri Kendari adalah merupakan bentuk ancaman nyata terhadap kebebasan pers dan kerja jurnalistik di Kota Kendari.
Olehnya itu, tambah dia, AJI Kendari mendesak Kejaksaan Negeri Kendari untuk membina pegawai yang melakukan tindakan intimidasi terhadap lima jurnalis. Sebab, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4 ayat 1 UU Pers)
Kronologis Lima Jurnalis diduga jadi korban intimidasi di Kejari Kendari saat melakukan kerja-kerja peliputan jurnalistik di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendari, Selasa sore 30 Mei 2023.
Kelima jurnalis itu yakni Edo jurnalis Edisi Indonesia.com, Amar jurnalis HarianPublik, Naufal Fajrin jurnalis Tribunnews Sultra, Utta jurnalis Inews dan Mail jurnalis Media Kendari.
Tindakan intimidasi yang diterima kelima jurnalis tersebut bermula saat melakukan peliputan terkait tahanan Kejari Kendari yang kabur pada Selasa, 30 Mei 2023 sekira pukul 16.05 WITA.
Naufal Fajrin jurnalis Tribunnews Sultra mengaku awalnya ia sejumlah jurnalis lainnya tengah nongkrong di Warung Mama Nur di bilangan Eks MTQ Kendari tepat di samping kiri kantor Kejari Kendari. Mereka melihat keributan dan orang berlarian di kantor tersebut dan segera menyusul untuk mengecek situasi di sana.
“Kita langsung lari ke situ (kantor Kejari), sambil saya merekam. Tapi ada salah satu pegawai Kejari ibu-ibu menggunakan pakaian pegawai Kejari Kendari langsung tarik hp ku sambil bilang hapus gambarmu itu hapus, tapi saya tahan dan kami baku tarik-tarik hp,” beber Naufal.
Usai hpnya hendak dirampas, Naufal berusaha mempertahankan hp miliknya yang saat itu sedang dalam posisi merekam (live).
“Terus berhasil ambil hpku, ibu itu langsung usir dan saya keluar mi. Saya sempat bilang saya dari media, tapi dia bilang saya tau ji, keluar mi. Dia minta suruh hapus foto semua, sementara saya posisi live saat itu,” ucapnya.
Tidak hanya Naufal, Edo jurnalis Edisi Indonesia bersama Muamar jurnalis Harian Publik juga mendapat tindakan intimidasi dari sejumlah orang yang menggunakan pakaian pegawai Kejari Kendari.
Saat melakukan kerja-kerja jurnalistik, keduanya dihampiri beberapa pegawai Kejari Kendari dengan suara tinggi meminta keduanya menghapus gambar yang direkam.
“Awalnya kita lihat kejadian ribut di Kejari yang di depan rumah makan nusantara, setelah itu kita cek karena sudah ramai orang. Ternyata Kejari menangkap teman tahanan yang bantu tahanan kabur. Kami mengikuti masuk ke dalam, setelah di dalam pihak Kejari sudah menutup akses masuk, mereka tanya ini dari mana, kita bilang wartawan dan mereka biarkan kami masuk,” kata Muamar.
Saat menggiring teman tahanan yang kabur ke dalam gedung, Muamar mengeluarkan hp untuk mengambil gambar. Tiba-tiba tiga pegawai Kejari menghampirinya.
“Mereka datangi saya sambil bilang jangan lakukan dokumentasi dan coba rampas hp tapi saya pertahankan. Mereka sudutkan dan sendarkan saya di tembok. Tidak lama ada satu orang pegawai itu orangnya tinggi kulitnya putih, datang tunjuk-tunjuk saya sambil marah-marah dan bilang jangan lakukan dokumentasi. Tapi saya bilang saya tidak akan lakukan karena selain memoriku penuh, tadi sudah dilarang juga,” cerita Muamar.
Setelahnya, Muamar digiring ke area depan pelayanan Kejari Kendari oleh seorang pegawai. Di sana, ia kembali didatangi pria tinggi berkulit putih tadi dan menanyakan id card milik Muamar.
“Setelah itu datang yang marah-marah itu tadi, dia datang tanya id card ku. Kebetulan saya tidak bawa karena ada di dalam jok motor, tidak sempat saya ambil karena kejadian mendadak. Tapi saya pake baju media ji dan dia ngotot minta id car dan saya mau ambil, tapi dia bilang tidak usah,” jelas Muamar.
Di sisi lain, Edo jurnalis Edisi Indonesia juga mendapat tindakan yang sama. Bahkan, hp milik Edo dirampas pegawai Kejari Kendari dan menghapus foto-foto kejadian di kantor tersebut.
Tidak hanya itu, dua jurnalis lain yakni Utta jurnalis Inews dan Mail jurnalis Media Kendari juga mendapat tindakan intimidasi.
Salah seorang pegawai Kejari Kendari bahkan meneriaki dan meminta Utta jurnalis Inews menghapus gambar di kameranya, saat tengah mengambil gambar.
Sementara, Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, Dody dalam keterangan resminya mengaku telah melaporkan kejadian tersebut kepada pimpinannya.
“Tabe teman-teman media semuanya. Saya sudah sampaikan ke pimpinan terkait yang teman-teman sampaikan di grup kita ini. Dimohon kiranya teman-teman untuk tenang dan sabar, karena pimpinan akan melakukan klarifikasi terkait hal tersebut ” tulis Dody.
REDAKSI